Sering masyarakat bertanya dari mana sumber data awal para penerima bantuan sosial yang saat ini sedang berjalan. Satu hal yang sering jadi salah kaprah di masyarakat adalah mereka beranggapan bahwa kalau namanya tercatat dalam (DTKS) Data Terpadu Kesejahteraan Sosial itu artinya mereka akan mendapatkan sejumlah bantuan yang diidamkan selama ini. Yang benar adalah program bantuan sosial akan mengambil data awal dari DTKS.
Mengapa DTKS menjadi rujukan Pemerintah dalam mengambil data? Jawabannya adalah karena saat ini DTKS adalah satu – satunya sumber data resmi yang mana di dalamnya berisi data keluarga pra sejahtera hasil dari pengembangan dari BDT (Basis Data Terpadu). Untuk lebih jelasnya silahkan disimak sejarah DTKS di Indonesia di bawah ini :
# Tahun 2005 : BPS (Badan Pusat Statistik) melakukan PSE (Pendataan Sosial Ekonomi). Kegiatan ini merupakan sensus ekonomi pertama di Indonesia gunanya untuk mendata :
1. RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin)
2. RTM (Rumah Tangga Miskin)
3. RTHM (Rumah Tangga Hampir Miskin)
Hasil pendataan sensus ekonomi ini digunakan untuk penyaluran 2 bantuan sosial, yaitu BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan PKH (Program Keluarga Harapan). Untuk PKH sendiri mulai dilaksanakan di tahun 2007 dengan jumlah penerima sekitar 500.000 RTSM yang tersebar di 7 provinsi.
# Tahun 2008 : Data hasil sensus ekonomi tersebut dimutakhirkan untuk pertama kali yang mana kegiatan tersebut dinamakan sebagai PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial)
# Tahun 2011 : PPLS diadakan kembali dan pendataan yang dilakukan lebih banyak lagi karena mencakup hingga 40 % rumah tangga menengah ke bawah. Data yang digunakan adalah hasil PSE di tahun 2005 dan memanfaatkan hasil sensus penduduk di tahun 2010. Pendataan ini mencatat informasi lengkap nama dan alamat RTS (Rumah Tangga Sasaran).
Hasil dari PPLS tahun 2011 oleh BPS kemudian diserahkan kepada TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) untuk dijadikan sebagai BDT (Basis Data Terpadu). BDT inilah yang kemudian digunakan untuk berbagai macam program bantuan dan perlindungan sosial antara tahun 2012 hingga tahun 2014.
Saat ditangani oleh TNP2K, mulai dipergunakan peringkat kemiskinan yang lebih dikenal sebagai Desil untuk mengkategorikan kelompok kemiskinan. Sejak itulah rumah tangga miskin dikelompokan dalam Desil 1, Desil 2, Desil 3 dan Desil 4. Tujuannya adalah supaya lebih fokus pada segmen populasi terbawah.
# Tahun 2015 : BDT hasil pendataan PPLS di tahun 2011 kembali dimutakhirkan oleh BPS dengan kegiatan PBDT (Pemutakhiran Data Terpadu). Untuk mempertajam hasil pendataan, salah satu mekanisme PBDT adalah dilakukannya FKP (Forum Konsultasi Publik) yaitu suatu cara untuk melibatkan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dalam merumuskan peraturan atau kebijakan.
# Tahun 2016 : Data Terpadu yang sudah dimutakhirkan tersebut kemudian diolah oleh Tim Kelompok Kerja (Pokja) Data dari berbagai Kementerian / Lembaga kemudian berdasarkan Kepmensos 32/HUK/2016 tentang Penetapan Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin sebanyak 92.994.742 jiwa, diserahkan ke Kementerian Sosial melalui PUSDATIN KESOS (Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial).
Penyerahan Data Terpadu ini sesuai dengan amanat UU No 13 Tahun 2011. Sejak saat itulah pengelolaan Data Terpadu berada di bawah Kementerian Sosial melalui PUSDATIN KESOS yang mana untuk tanggung jawab pemutakhiran Data Terpadu diserahkan kepada Pemerintah Daerah karena Pemerintah Daerah dianggap lebih memahami kondisi warganya.
# Tahun 2017 : Di tahun ini mulai diluncurkan sebuah aplikasi SIKS NG (Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation). Aplikasi ini digunakan untuk mengelola Data Terpadu yang diberi nama DT-PPFM dan OTM (Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin Dan Orang Tidak Mampu) serta Data Program Perlindungan Sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Bantuan Sosial Pangan meliputi Program Beras Sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Penetapan Data Terpadu dilakukan 2 kali dalam setahun.
# Tahun 2018 : Data Terpadu ditetapkan 1 kali dama setahun melalui SK Menteri Sosial Nomor 71/HUK/2018 ditetapkan DT-PPFM dan OTM sebanyak 98.195.551 jiwa berbasis keluarga dan sebanyak 422.631 jiwa berbasis non keluarga.
# Tahun 2019 : Dilakukan 3 kali penetapan melalui SK Menteri Sosial Nomor 8/HUK/2019 sebanyak 99.359.312 jiwa berbasis keluarga dan 509.041 jiwa berbasis non keluarga, SK Menteri Sosial Nomor 84/HUK/2019 sebanyak 98.111.085 jiwa berbasis keluarga dan 582.931 jiwa berbasis non keluarga, dan SK Menteri Sosial Nomor 133/HUK/2019 sebanyak 98.608.619 jiwa berbasis keluarga dan 615.646 jiwa berbasis non keluarga.
Di tahun ini dikeluarkan Peraturan Menteri Sosial nomor 5 Tahun 2019 tentang pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Melalui peraturan ini pengelolaan data terpadu diperluas bukan hanya data fakir miskin saja tetapi juga meliputi data kesejahteraan sosial lainnya yaitu Data Bantuan Sosial, PPKS (Data Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial), dan PSKS (Data Potensi Dan Sumber Kesejahteraan Sosial).
# Tahun 2020 : Di tahun ini penetapan DTKS mengalami perubahan dari sebelumnya 2 kali dalam setahun menjadi 4 kali dalam setahun yaitu bulan Januari, April, Juli dan Oktober.
Dari informasi di atas, kita bisa tahu bahwa Pemerintah sudah berusaha melakukan upaya pemutakhiran Data Terpadu dan kita juga akhirnya bisa memahami betapa sangat pentingnya sebuah data itu dimutakhirkan. Data yang dimutakhirkan akan membuat penerima manfaat dari sejumlah bantuan sosial akan tepat sasaran. Sebaliknya jika data tersebut sama sekali tidak pernah dimutakhirkan maka yang terjadi adalah munculnya anomali data.
Yang harus masyarakat pahami adalah di saat mereka melakukan Mekanisme Pemutakhiran Mandiri, masyarakat harus jujur dalam memberikan informasi yang sebenarnya. Dokumen pribadi maupun keluarga juga harus yang sudah termutakhirkan sehingga tidak terjadi nama yang sama dalam 2 dokumen kependudukan yang berbeda. Jangan sampai ada anak yang sudah menikah tapi namanya masih ada dalam Kartu Keluarga orang tuanya dan anak tersebut juga memiliki Kartu Keluarga atas nama dia dan pasangannya.
Begitu juga dengan pihak Pemerintah Desa, sudah seharusnya lebih peduli dalam melakukan pemutakhiran data atas warganya. Bukan hanya mengusulkan warga miskin baru ke dalam DTKS namun juga harus melakukan pemutakhiran atas warganya yang sudah ada dalam DTKS karena bisa jadi kondisi ekonominya sudah lebih sejahtera. Keterbukaan kepada publik dan perlakuan yang obyektif akan menumbuhkan kepercayaan dari warganya tanpa harus diminta. Semoga dengan adanya informasi ini bisa mencerahkan semua pihak yang terlibat baik langsung atau tidak langsung terhadap pemutakhiran DTKS.
Sumber : dtks.kemensos.go.id