Satu hal yang kadang membuat saya merasa gregetan adalah pernyataan dari beberapa orang bahwa bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah berasal dari data siluman, karena bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran dan yang mendapatka hanya mereka yang dekat dengan pemerintah daerah setempat. Namun ketika orang-orang tersebut diminta untuk menjelaskan bukti terkait data siluman yang dimaksud, mereka malah tidak dapat menunjukkannya.
Untuk menghindari hal tersebut, hendaknya masyarakat perlu mengetahui bahwa sebelum mereka mendapatklan bantuan sosial, maka terlebih dahulu nama nya harus tercantum pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Hal tersebut disebabkan karena DTKS merupakan sumber data utama pemerintah dalam menetapkan sasaran bagi program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Dasar hukum dari hal tersebut adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.
Tujuan dari DTKS adalah agar penyelenggaraan kesejahteraan sosial dapat dilaksanakan secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan masyarakat. Dalam Permensos Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial pada Pasal 2 Ayat 2, disebutkan bahwa DTKS meliputi: 1) pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS) seperti : fakir miskin dan anak terlantar; 2) penerima bantuan dan pemberdayaan sosial seperti: keluarga penerima manfaat - program keluarga harapan (KPM PKH) - keluarga penerima manfaat – program sembako (KPM Sembako); 3) potensi dan sumber kesejahteraan sosial seperti: tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK), lembaga kesejahteraan sosial (LKS).
Dalam pengelolaan DTKS dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next-Generation (SIKS-NG) yang terintegrasi. SIKS-NG adalah suatu sistem informasi yang terdiri dari beberapa komponen yaitu pengumpulan, pengolahan , penyajian dan penyimpanan DTKS dengan memanfaatkan teknologi informasi komunikasi yang dilaksanakan secara berjenjang dan berkesinambungan. Pengelolaan DTKS dilakukan melalui tahapan pendataan, verifikasi dan validasi, penetapan, dan penggunaan (Toton, 2020).
Dalam proses pendataan, verifikasi, dan validasi data dilakukan secara mandiri oleh pemerintah daerah kabupaten/kota melalui dinas sosial terkait atau bersama dengan lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan statistik. Hal tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor. 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. Dimana didalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pembagian penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang sosial menjadi kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. Tugas pemerintah pusat adalah pengelolaan data fakir miskin nasional, tugas pemerintah daerah provinsi adalah pengelolaan data fakir miskin cakupan daerah provinsi, sedangkan tugas pemerintah daerah kabupaten/kota adalah pendataan dan pengelolaan data fakir miskin cakupan daerah kabupaten/kota. Pendataan dilakukan secara berkala paling sedikit satu tahun sekali. Hasil Pendataan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota disampaikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi untuk diteruskan kepada Kementerian Sosial.
Sebelum diserahkan kepada Kementerian Sosial, maka Dinas Sosial Provinsi melakukan verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan. Dalam hal verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan ditemukan ketidaksesuaian, maka pemerintah daerah provinsi bersama dengan pemerintah daerah kabupaten/kota wajib melakukan perbaikan data. Hasil verifikasi dan validasi tersebut disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Sosial.
Selanjutnya Kementerian Sosial melakukan verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan yang telah disampaikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Verifikasi dan validasi dilaksanakan oleh Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang ada di kecamatan dan kelurahan/desa. Data hasil verifikasi dan validasi yang dilaksanakan oleh PSKS disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk disahkan dan dikirim ke Provinsi. Jika ada hasil verifikasi dan validasi yg tidak sesuai maka Provinsi wajib memperbaiki.
Perbaikan data yang dilakukan berupa inclusion error dan exclusion error. Yang dimaksud dengan inclusion error adalah individu yang tidak berhak mendapatkan bantuan tapi masuk sebagai penerima bantuan. Sedangkan exclusion error berarti individu berhak masuk sebagai penerima bantuan justru tidak terdaftar sebagai penerima.
Data hasil verifikasi dan validasi dan perbaikan akhir disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Sosial untuk ditetapkan sebagai DTKS. Penetapan data terpadu kesejahteraan sosial didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan oleh menteri sosial. DTKS ditetapkan paling sedikit setiap enam bulan sekali.
Dalam hal terjadi perubahan data seseorang yang sudah masuk dalam DTKS, wajib melaporkan kepada Lurah/Kepala Desa di tempat tinggalnya. Selanjutnya Lurah/Kepala Desa menyampaikan pendaftaran atau perubahan kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Bupati/Walikota menyampaikan pendaftaran atau perubahan data kepada Gubernur untuk diteruskan kepada Menteri Sosial. Dalam hal diperlukan, Bupati/Walikota dapat melakukan verifikasi dan validasi terhadap pendaftaran dan perubahan. Sebelum hasil pendaftaran dan perubahan data diteruskan kepada Menteri Sosial, Pemerintah Daerah Provinsi dapat melakukan verifikasi dan validasi. Apabila ditemukan ketidaksesuaian, pemerintah daerah provinsi bersama dengan pemerintah daerah kabupaten/kota wajib melakukan perbaikan data. Hasil pendaftaran atau perubahan data akhir baru disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Sosial.
Apabila ada masyarakat yang belum terdata dalam DTKS dapat secara aktif mendaftarkan diri kepada Lurah/Kepala Desa di tempat tinggalnya untuk melakukan mekanisme pemutakhiran mandiri (MPM) dengan tujuan agar nama warga bersangkutan dapat diusulkan masuk ke dalam DTKS. Usulan ini akan dimusyawarahkan di tingkat desa atau kelurahan. Apabila usulan tersebut diterima maka nama warga tersebut akan disampaikan ke Bupati atau Walikota melalui Camat. Selanjutnya Bupati/Walikota kembali melakukan verifikasi dan validasi. Apabila warga tersebut memenuhi kiteria yang telah ditetapkan maka namanya dapat dimasukkan kedalam DTKS dan akan dikirim ke Gubernur untuk diteruskan kepada Menteri Sosial agar disahkan.
Pada saat nama masyarakat sudah masuk dalam DTKS, maka tidak secara langsung masyarakat yang bersangkutan menerima seluruh program bantuan sosial yang digulirkan oleh pemerintah. Hal tersebut disebabkan karena setiap bantuan sosial yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang dikelompokan dalam kedalam desil kemiskinan. Maka dari itu pemerintah mengambil 40�ri populasi rumah tangga yang berada di seluruh Indonesia berdasarkan DTKS, kemudian diklasifikasikan menjadi desil 1 sampai dengan 4 yang lalu dirangking. Rangking tersebut adalah: 1) desil satu yaitu rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan 10% terendah di Indonesia; 2) desil dua yaitu rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan antara 11% - 20% terendah di Indonesia; 3) desil tiga yaitu rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan antara 21% - 30% terendah di Indonesia); 4) desil empat yaitu rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan antara 31%-40% terendah di Indonesia (Pusdatin Kesos, 2020).
Rangking dalam desil ini yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk memberikan bantuan kepada masyarakat. Berdasarkan desil tersebut maka bantuan sosial yang diterima oleh masyarakat akan berbeda, karena dalam setiap desil memiliki sasaran tujuan yang berbeda pula. Seperti desil 1 yang merupakan kelompok ekonomi terbawah sehingga memerlukan berbagai bantuan agar kesejahteraan meningkat secara cepat, dalam hal ini pemerintah memberikan kepada Desil 1 bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Program Sembako, dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Lain hal nya pada Desil 2 yang dipandang sebagai masyarakat dengan kelas menengah kebawah yang rawan miskin. Oleh sebab itu, bagi masyarakat yang masuk desil 2 ini pemerintah memberikan bantuan sosial berupa KIP, Program Sembako dan KIS. Sedangkan desil 3 dianggap sebagai masyarakat kelas menengah yang rentan miskin apabila terjadi goncangan ekonomi. Pada desil 3 ini bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah adalah Program sembako dan KIS. Desil 4 yang dianggap sudah mampu secara finansial tetapi apabila ada goncangan ekonomi menjadikanya hampir miskin oleh sebab itu bantuan yang diberikan pemerintah adalah KIS.
Berdasarkan gambaran ringkas Permensos Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial diatas sehendaknya masyarakat dapat memahami bagaimana alur perjalanan data bantuan sosial, sehingga tidak ada lagi pernyataan dari masyarakat bahwa data yang dimiliki oleh pemerintah adalah data siluman sehingga tidak akurat, dan bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran, serta berbagai pertanyaan kenapa saya tidak dapat bantuan padahal kan orang miskin? Kenapa dia dapat bantuan saya tidak, saya kan tidak punya pekerjaan ? Selain itu dengan masyarakat mengetahui alur ini maka apabila ada kendala terkait dengan bantuan sosial dapat segera dilaporkan dan ditangani secara cepat, karena sukses nya sebuah program bantuan sosial tidak hanya berada ditangan pemerintah tetapi kerja sama yang antara semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat.
Sumber : dtks.kemensos.go.id