rensingbat.desa.id - Di kutip dari https://puskominfo-ppdi.or.id/, 2/10/2020. - Pemberhentian perangkat desa seusai gelaran Pilkades merupakan satu pekerjaan rumah bagi PPDI setelah berhasil menge-golkan penghasilan perangkat desa setara PNS golongan 2a.
Maraknya kasus-kasus pemberhentian tersebut adakalanya berhenti setelah dimediasi oleh dinas terkait, meskipun ada juga yang lanjut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Tercatat dalam dokumentasi redaksi ada ratusan kasus pemberhentian perangkat desa yang tidak melalui prosedur sesuai peraturan perundang-undangan.
Bagi perangkat desa yang berkecukupan materi, tentu bukan hal yang sulit untuk membawa kasus tersebut ke ranah hukum, akan tetapi bagi mayoritas perangkat desa yang kehidupan perekonomiannya minim (kurang) tentu akan berpikir seribu kali untuk membawa kasus ini ke PTUN. Meskipun ada namanya Lembaga Bantuan Hukum yang dapat membantu, tentu dibutuhkan juga biaya yang tidak sedikit.
Permasalahan ini sebenarnya mendapatkan titik terang, manakala audensi PPDI dengan Kementerian Dalam Negeri pada akhir tahun 2019 yang lalu. Dimana menghasilkan kesepakatan bahwa PPDI dipersilahkan menyampaikan secara tertulis terkait kasus-kasus pemberhentian tersebut, untuk kemudian pihak Kemendagri akan memberikan teguran kepada Pemerintah Kabupaten agar segera mensikapi kasus yang dilaporkan melalui PPDI.
“ Akan tetapi, Pemerintah Kabupaten dimana terdapat kasus-kasus tersebut seakan-akan abai terhadap teguran lisan dari kemendagri tersebut, “ ujar Sarjoko, S.H, Sekretaris Jendral PPDI kepada awak redaksi, Kamis (01/10/2020).
“Yang paling baru kasus saudara kita Aan Karyanto dari Karawang, Jawa Barat, Keputusan Pengadilan telah memenangkan gugatan terkait posisi Sekdes Sabajaya, Tirtajaya, Karawang,”lanjut Sarjoko. “ Surat teguran dari kemendagri soal tindaklanjut dari hasil PTUN itu pun sudah dilayangkan ke Pemkab Karawang, tapi sampai sekarang belum ada respon dari positip dari Kades untuk mengembalikan posisi Aaan Karyanto.”
“ Belum lagi kasus-kasus yang tidak terpantau karena luasnya wilayah Negara kita ini,” sambung Sarjoko. “ Sebagai salah satu bentuk perjuangan mengenai hal tersebut, PPDI melalui Dirjen Bina Pemerintah Desa mengusulkan agar di buat saluran khusus atau hotline yang mengakomodasi terkait permasalahan baik itu perangkat desa, kepala desa maupun Pemerintah Desa.”
Usulan penyediaan hotline khusus ini bukan tanpa alasan, mengingat di era industry 4.0 sekarang ini, bukanlah hal yang aneh dimana Kementerian Dalam Negeri sebagai orangtuanya Perangkat Desa membuat jalur khusus untuk aduan. Dengan adanya hotline khusus ini pula, diharapkan Kementerian Dalam Negeri dapat melihat langsung permasalahan yang selama ini terjadi, sekaligus dapat memberikan solusi secepat mungkin.
“Tentu dalam pelaporan di hotline khusus ini nanti, ada syarat-syarat teknis yang harus dilengkapi oleh pihak pelapor, dalam hal ini data-data pendukung yang valid, seperti SK Pengangkatan Perangkat Desa atau SK Pemberhentian, PPDI berharap dengan disediakah hotline khusus ini dapat mengurai benang kusut terkait pemberhentian perangkat desa,” pungkas Sarjoko.