rensingbat.desa.id - Negara wajib melindungi dan memberikan pengakuan atas status pribadi dan status hukum termasuk kepada anak-anak. Membuat akta kelahiran, itu bentuk perlindungan dan pengakuan negara terhadap status hukum anak tentang identitas nama, tempat dan tanggal lahir, siapa orang tuanya serta kewarganegaraannya.
Menurut Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, anak yang tidak punya akta kelahiran kurang terlindungi keberadaannya, masa depannya, dan sulit mengakses pelayanan publik. Anak pun jadi rentan tindakan kriminal, di antaranya perdagangan orang dan perkawinan di bawah umur.
Berdasarkan Pasal 5 dan 27 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan yang dituangkan dalam akta kelahiran.
"Saya mengajak semua pihak peduli akan pentingnya akta kelahiran ini. Ayo para orang tua buatkan akta kelahiran anak kita segera setelah lahir. Syaratnya cukup membawa surat keterangan lahir dari rumah sakit atau bidan. Buat ibu yang melahirkan di rumah membawa keterangan RT/RW setempat/Surat Keterangan lahir dari kepala desa," kata Dirjen Zudan.
Akta kelahiran dibuat di Dinas Dukcapil Kabupaten/Kota, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Dukcapil Kecamatan atau desa/kelurahan, dan tempat lain yang melayani urusan kependudukan dan pencatatan sipil. Seorang anak tidak harus dibuatkan akta kelahiran di domisili orang tua, yaitu tempat si anak didaftarkan sebagai anggota KK.
Dukcapil memberikan pelayanan terintegrasi, pemohon minta satu dokumen bisa dapat tiga bahkan enam dokumen sekalgus. Untuk pemohon akta lahir, selain mendapat akta kelahiran anak, sekaligus diberikan KK dan Kartu Identitas Anak (KIA).
Dirjen Zudan mengaku sangat prihatin, sebab masih ada sebagian anak Indonesia, terutama di wilayah timur Indonesia yang identitasnya tidak tercatat dalam akta kelahiran. Dengan begitu, secara de jure keberadaan si anak dianggap tidak ada. Lebih miris lagi akibat hukumnya, yakni anak yang lahir tersebut tidak tercatat nama, silsilah, dan kewarganegaraannya.
"Semakin banyak anak yang tidak dicatat kelahirannya dalam akta kelahiran, maka semakin banyak pula anak yang tidak terlindungi keberadaannya," tukas Dirjen Zudan.
Lebih jauh lagi, Direktur Pencatatan Sipil Handayani Ningrum menambahkan penjelasan Dirjen Dukcapil. Yakni, bila penduduk tidak punya surat keterangan kelahiran dari rumah sakit atau bidan, tidak usah waswas sebab bisa diganti dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM).
Formulir SPTJM dari Dinas Dukcapil setempat diisi si pemohon untuk menjamin kebenaran data kelahiran sang anak. SPTJM ditandatangani pemohon berikut dua orang saksi. "Begitu juga jika pemohon tidak punya buku nikah/kutipan akta perkawinan orang tua sang anak, tetapi status hubungan orang tua dalam kartu keluarga (KK) sudah menunjukkan sebagai suami istri, maka pemohon juga bisa membuat SPTJM atas kebenaran data dengan diketahui dua orang saksi," katanya.
Lantas, bagaimana bila sang anak tidak diketahui asal-usul atau keberadaan orang tuanya?. Dalam Perpres No. 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, hal yang demikian sudah diatur. Akta kelahiran tetap bisa dibuat berdasarkan berita acara dari kepolisian.
"Apabila berita acara tersebut tidak ada, dapat diganti dengan SPTJM kebenaran data kelahiran. Anak tersebut dapat masuk anggota KK pengurus panti asuhan, atau KK orang lain yang bersedia. Dengan demikian, tidak ada seorang anak yang tidak bisa mendapatkan akta kelahiran," katanya lagi.
Sumber : dukcapil.kemendagri.go.id