Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah meneken Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 Tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan.
Dalam beleid yang diteken pada 21 April lalu itu ditegaskan sejumlah aturan penulisan nama dalam dokumen kependudukan. Salah satunya, penulisan nama di e-KTP.
Pertama, penulisan nama pada dokumen kependudukan tidak boleh melebihi 60 huruf.
Dilansir dari salinan lembaran Permendagri Nomor 73 yang telah diunggah di laman resmi Kemendagri, Senin (23/5/2022), aturan ini tercantum pada pasal 4 ayat (2) pada poin b yang berbunyi, "Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan dengan memenuhi persyaratan jumlah huruf paling baak 60 huruf termasuk spasi".
Poin berikutnya menegaskan jumlah kata pada pencatatan nama di dokumen kependudukan paling sedikit dua kata.
Lalu, pencatatan nama pada dokumen kependudukan harus mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir.
Adapun yang dimaksud dokumen kependudukan dalam Permendagri Nomor 73 ini adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran Penduduk dan pencatatan Sipil.
Jenis dokumen kependudukan meliputi biodata penduduk, kartu keluarga, kartu identitas anak, kartu tanda penduduk elektronik, surat keterangan kependudukan dan akta pencatatan sipil.
Pencatatan nama pada dokumen kependudukan sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota, UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia.
Perubahan nama berdasarkan keputusan pengadilan
Masih dari Permendagri Nomor 73, dalam pasal 4 ayat (3) dijelaskan soal mekanisme yang dilakukan jika warga akan melakukan perubahan nama.
Dalam hal penduduk melakukan perubahan nama, pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri dan persyaratannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Selain itu, dalam hal penduduk melakukan pembetulan nama, pencatatan pembetulan nama termasuk bagian pembetulan dokumen kependudukan berdasarkan dokumen otentik yang menjadi dasar untuk pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Nama tak boleh disingkat
Pada aturan ini juga ditegaskan larangan menyingkat penulisan nama dalam dokumen kependudukan. Salah satunya pencatatan nama di dalam e-KTP.
Aturan ini tercantum pada pasal 5 ayat (3). Rinciannya yakni, tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan dilarang disingkat, kecuali tidak diartikan lain.
Kemudian dilarang pula menggunakan angka dan tanda baca serta dilarang mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.
Di pasal yang sama, pada ayat (1) dijelaskan tata cara pencatatan nama pada dokumen Kependudukan meliputi:
a. menggunakan huruf latin sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
b. nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan pada dokumen kependudukan.
c. gelar pendidikan, adat dan keagamaan dapat dicantumkan pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik yang penulisannya dapat disingkat.
Masih dari pasal yang sama, pada ayat (2) dijelaskan bahwa nama marga, famili, atau yang disebut dengan nama lain sebagaimana dimaksud merupakan satu kesatuan dengan nama.
Satu nama tetap boleh
Keberadaan aturan baru penulisan nama di dokumen kependudukan ini memicu berbagai pertanyaan dari warganet.
Salah satunya tentang teknis penulisan nama apabila nama mereka memang hanya terdiri dari satu kata.
Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh lantas memberikan penjelasan mengenai Permendagri 73/2022.
Menurutnya, aturan penulisan nama menggunakan dua suku kata pada dokumen kependudukan sifatnya imbauan.
Penulisan yang bersadasarkan aturan terbaru pada Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 ini juga berlaku untuk e-KTP.
"Jika ada nama orang hanya satu kata, disarankan dan diimbau untuk minimal menggunakan dua kata," ujar Zudan dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan pada Senin.
"Namun, jika pemohon bersikeras untuk satu kata, boleh. Hal ini hanya bersifat imbauan dan namanya tetap bisa dituliskan dalam dokumen kependudukan," jelas Zudan.
Dia melanjutkan, alasan minimal dua kata adalah agar lebih memikirkan dan mengedepankan masa depan anak.
Selain itu, memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, serta pemenuhan hak konstitusional dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan.
"Contoh ketika anak mau sekolah atau mau ke luar negeri untuk membuat paspor minimal harus dua suku kata, nama harus selaras dengan pelayanan publik lainnya," ungkapnya.
Namun, dia menegaskan saat Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 mulai berlaku, maka pencatatan nama pada dokumen kependudukan yang telah dilaksanakan sebelumnya dinyatakan tetap berlaku.
"Maksudnya bagi nama penduduk yang sudah tercatat pada data kependudukan sebelum diundangkannya Pemendagri Nomor 73 tahun 2022 maka dokumen yang telah terbit sebelumnya dinyatakan tetap berlaku," ungkap Zudan.
Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2022/05/24/07024141/sederet-aturan-baru-penulisan-nama-di-dokumen-kependudukan-tak-boleh-lebihi#page2